BAB I
PENDAHULAUN
1.1
Latar Belakang
Saat ini, bahasa Indonesia mengalami perkembangan
puncak. Hampir 40 negara membuka program studi bahasa Indonesia di wilayahnya.
Pada tahun 2001, Usbekhistan menawari warga Indonesia yang berkemampuan di
bidang bahasa Indonesia untuk menjadi pengelola program studi bahasa Indonesia
di negara itu. Australia bagian utara telah memasukkan bahasa Indonesia di
kurikulum sekolah sebagai bahasa kedua. Di Jepang, banyak kursus-kursus bahasa
Indonesia yang di buka di kota-kota besarnya. Di sisi lain, banyak juga kamus
bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh negara lain.
Banyak pula warga Indonesia yang menggunakan bahasa
Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, banyak anak-anak yang sudah
tidak tahu bahasa daerah karena komunikasi di keluarga menggunakan bahasa
Indonesia. Hal itu sangat menguntungkan bagi guru bahasa Indonesia. Meskipun,
dalam hal lain bahasa daerah mengalami keterpurukan.
Peran guru amatlah menetukan dalam mengajarkan
bahasa Indonesia khususnya dalam penggunaan di dunia pendidikan. Oleh karena
itu, guru dituntut untuk menguasai bahasa Indonesia dalam pembelajarannya. Tak
dapat dipungkiri pengulangan yang dilakukan guru dalam pemakaian bahasa dapat
memengaruhi siswanya pula dalam berbahasa.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah
dipaparkan, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
pandangan mengenai bahasa Indonesia dalam perspektif pendekatan komunikatif?
2.
Apa pentingnya
penggunaan bahasa Indonesi di sekolah?
3.
Bagaimana praktik
pengajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Mendeskripsikan
pandangan mengenai bahasa Indonesia dalam perspektif pendekatan komunikatif;
2.
Mendeskripsikan
pentingnya penggunaan bahasa Indonesia di sekolah; dan
3.
Mendeskripsikan
praktik bahasa Indonesia di sekolah dasar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pandangan
Mengenai Bahasa Indonesia dalam Perspektif Pendekatan Komunikatif
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia
terdapat bermacam-macam pendekatan yang digunakan oleh guru. Salah satu
pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan komunikatif. Pandangan komunikatif
mempunyai pandangan yang bersifat fungsionalistik tentang bahasa. Faham
fungsionalistik melihat bahasa bukan sekedar sebagai kode seperti halnya dengan
pandangan formalistik, melainkan lebih jauh daripada itu. Pendekatan tersebut
mencoba melihat untuk apa bahasa itu dan bagaimana digunakan dalam komunikasi.
Jika orang ingin melihat bagaimana pandangan fungsionalistik tentang bahasa, ia
perlu memperhatikan perbedaannya dengan penganut formalistik tentang hal yang
sama. Perbedaan dalam hal tersebut dikemukakan oleh S. C. Dik (dalamSjahr uddin
K, 1989) sebagai berikut :
a. Formalistik
(misalnya: Chomsky cenderung menganggap bahasa pada instansi pertama adalah
fenomena mental. Fungsionalistik (misalnya: Halliday cenderung melihatnya
sebagai fenomena sosial.
b. Formalistik
cenderung menerang kesemestaan bahasa sebagai penjelmaan warisan kekerabatan
lingustik secara umum yang dimiliki manusia. Fungsionalistik cenderung
menerangkan hal tersebut sebagai penjelmaan kesemestaan penggunaan bahasa dalam
masyarakat manusia.
c. Formalistik
lebih tertarik unuk menerangkan pemerolehan bahasa anak-anak dalam belajar
bahasa fungsionalistik lebih tertarik untuk menerangkan hal tersebut dalam
rangka pengembangan kebutuhan dan kemampuan komunikatif anak-anak dalam
masyarakat.
d. Ciri
pembeda keemapat dan yang paling penting adalah formalistik meneliti bahasa sebagai
sistem yang otonomi sedangkan fungsionalistik menelitinya dalam hubugan dengan
fungsi sosialnya.
Teori gramatika formal dengan
tokoh-tokohnya, misalnya Chomsky (dalam Sjahruddin K, 1989) mendefinisikan
bahasa sebagai seperangkat kalimat-kalimat. Kalimat-kalimat ini mempunyai makna
dan ucapan, dan sebagai akibatnya , tata bahasa harus menetapkan perangkat
penggambaran yang memperlihatkan keterkaitan makna pada ucapan. Sintaksis yang
dalam posisi senteral merupakan komponen yang penting dalam penggambaran yang
kompleks dianggap tempat penampilan kalimat-kalimat sebagai rangkaian
kata-kata. Terdapat tiga tingkat penampilan: semantik, sinaktik, dan fonologik.
Ditemukan sekian banyak penggambaran keterkaitan makna-ucapan dalam
tingkat-tingkat penampilan tadi; ada kaidah yang menetapkan kegramatikalan
bentuk-bentuk yang ditampilkan di tiap tingkat.
Model analisis yang disebut di atas
berusaha menampilkan apa yang diketahui oleh penutur asli secara implisit
tentang bahasanya. Penutur asli bahasa Inggris mengetahui bahwa “that girl
played himself” adalah bentuk yang memiliki cacat sintaktik. Penutur asli
bahasa Inggris mengetahui pula bahwa kalimat “We need more public schools” bermakna ganda, mempunyai dua jenis
penafsiran : yang pertama, “We need a
large number of public schools”, dan kedua, “We need schools which are more pulic”. Teori formalistik harus
menjelaskan fakta seperti ini yang banyak jumlahnya, memberikan pertimbangan
terhadap pengetahuan lingustik dalam bentuk perangkat kaidah dan kategori yang
mejelaskan bentuk penampilan linguistik di tiap tingkat. Syarat yang harus
dipenuhi teori ini ialah konsiten, mampu meramalkan, sederhana, dan mencakup
semua data dalam arti formal teori ini menerangkan fakta pengetahuan penutur
mengenai bahasanya.
Fungsionalistik beranjak dari pragmatik.
Penjelasan dalam pragmatik melampaui penjelasan secara formal seperti
dikemukakan di atas. Akan tetapi, terdapat pengakuan akan adanya kelemahan
penjelasan pragmatik seperti ini. Lemah, karena prinsip-prinsip pragmatik tidak
berada dalam penguasaan yang sempurna terhadap tingkah laku bahasa dibandingkan
dengan terhadap kaidah gramatika. Penjelasan pragmatik bersifat prediktif dalam
arti suatu kemungkinan, bukan kepastian. Sebaliknya, penjelasan pragmatik
mencoa menjawab pertanyaan “Mengapa?” dengan cara melangkah ke belakang layar
teori gramatika formal.
Sebelum pembicaraan tentang hakekat
bahasa yang dipandang dari fungsinya dilanjutkan, lebih dahulu dikemukakan apa
yang dimaksud dengan penjelasan fungsional. Penjelasan fungsional berarti
menerangkan mengapa suatu fenomena terjadi dengan memperlihatkan sumbangannya
terhadap sistem yang lebih besar merupakan induk sistem tersebut. Khusus dalam
hubungan bahasa, teori fungsional adalah suatu pandangan yang mendefinisikan
bahasa sebagai bentuk komunikasi, memperlihatkan bagaimana bahasa bekerja dalam
sistem yang lebih besar (masyarakat manusia). Kalau orang berbicara tentang
tujuan maksud, tujuan, rencana, ilokusi
(illocution) dalam hubungan maksud (yang dalam filsafat dan dalam hubungan
tujuan merupakan juga penjelasan fungsional).
Fungsionalistik dalam linguistik
mula-mula dipandang dalam kaitan dengan teori evolusi yang bersifat teleologik
(ajaran) yang memandang bahwa setiap kejadian atau perkembangan muncul sesuai
dengan tujuan yang akan diembannya; lawan teori mekanistik mengenai alam raya.
Teori evolusi menerangkan mengapa suatu jenis (makhluk atau spesies) selalu
berakhir dengan jumlah yang senantiasa berkurang tetapi dengan penyesuaian yang
lebih baik terhadap lingkungannya. Demikian juga pendapatnya tentang sistem
komunikasi binatang yang dianggapnya baik dalam arti biologis sepanjang sistem
itu meningkatkan daya bertahan spesies yang menggunakannya.
Menjelaskan pandangan fungsionalistik
dalam linguistik yang dikaitkan dengan teori evolusi biologis (functional
biologic) dapat dilakukan dengan menghubungkannya dengan teori epistemologi
Popper yang menyangkut tiga dunia
dalam perkembangan pengetahuan manusia Popper (dalam Sjahruddin K, 1989),
menyatakan ketiga dunia tersebut adalah:
I.
Dunia objek fisik atau daerah fisik;
II.
Dunia kesadaran atau daerah mental atau
subjektif;
III.
Dunia kandungan objektif pikiran
terutama pikiran ilmiah dan seni.
Dunia ketiga adalah “pengetahuan
objektif” atau “pengetahuan tanpa mengetahui subjek”. Dunia ini sekaligus
menunjukkan bagaimana bahasa menjadi tempat lintasan suatu evolusi tingkat
biologik yang mendasar untuk jenis evolusi yang lebih kuat dan cepat, yakni
evolusi pengetahuan. Suatu formulasi linguistik terhadap suatu teori memberi
kemungkinan bagi seseorang untuk mengkritik dan membuangnya tanpa kehilangan
kelompok ras yang mendukungnya.
Popper (dalam Sjahruddin K, 1989) mengemukakan tingkat-tingkat perkembangan
fungsi dalam evolusi bahasa manusia yang secara berurutan berlangsung dari
tingkat bawah ke tingkat atas sebagai berikut :
IV.
Fungsi argumentatif (argumentative)
menggunakan bahasa untuk menyajikan dan mengevaluasi argumen dan penjelas;
III.
Fungsi deskriptif (descriptive)
menggunakan bahasa untuk memperkirakan
hal-hal di dunia luar;
II.
Fungsi isyarat (signalling) menggunakan
bahasa untuk menginformasikan keadaan internal individu;
I.
Fungsi ekspresif (expressive)
menggunakan bahasa untuk mengungkapkan keadaan internal individu.
Leech (dalam Sjahruddin K, 1989) mengembangkan
pendapat Popper tentang tiga dunia dalam teori epistemologi tadi dengan
menyisipkan dunia fakta sosial di
antara dunia II (subjektif )dan dunia III (objektif )sehingga baginya terdapat
empat dunia. Dengan demikian, dunia Popper
“fakta objektif” menjadi dunia IV menurut Leech . keempat dunia tersebut
adalah :
I.
Fisik
II.
Mental
III.
Objek Sosial
IV.
Fakta Objektif
2.2 Pentingnya
Penggunaan Bahasa Indonesia di Sekolah
Posisi bahasa Indonesia
berada dalam dua tugas. Tugas pertama, bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional. Artinya bahasa Indonesia tidak mengikat pemakainya untuuk sesuai
dengan kaidah dasar. Bahasa Indonesia digunakan secara nonresmi, santai, dan
bebas. Pemakai bahasa Indonesia dalam konteks bahasa nasional dapat dengan
bebas menggunakan ujarannya baik lisan, tulis, maupun lewat kinesiknya.
Tugas kedua adalah
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Artinya bahasa Indonesia adalah bahasa
resmi. Maka, bahasa Indonesia harus digunakan sesuai dengan kaidah, tertib,
cermat,dan masuk akal. Bahasa Indonesia yang dipakai harus lengkap dan baku.
Tingkat kebakuannya dapat diukur melalui aturan kebahasaan dan logika
pemakaian.
Bermula dari kedua hal
di atas, perlu disadari pasa proses pembelajarn bahasa Indonesia di
sekolaah-sekolah harus bertumpu pada siswa sebagai subjek belajar. Materi
pembelajarn BI terintegrasi dengan penggunaan bahasa Indonesia dewasa ini. Hal
ini tidak lain bertujuan untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Pemeblajarn
yang dimaksudkan diarahkan ke pemakaian sehari-hari baik lisan maupun tulis
dalam konteks bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa
Indonesia di sekolah dimaksudkan untuk kepentingan siswa. Karena dalam kelas
yang belajar bukan guru melainkan siswa. Siswa hendaknya diarahkan ke
pengembangan potensi diri sendiri untuk hidup di zaman ini demi memersiapkan
generasi muda dalam menyongsong era globalisasi. Artinya, segala masalah
kebahasaan yang diberlakukan di sekolah haruslah sesuai dengan perkembangan
zaman sehingga sesuai dengan kebutuhan. Dengan begitu, penting bagi siswa atau
generasi penerus bangsa dalam menjaga eksistensinya sebagai bangsa yang
bermartabat di era global ini dengan mengetahui pentingnya mengetahui jati diri
sebagai bangsa Indonesia. Serta perwujudan adalam bentuk penggunaan bahasa
Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
Pada dasarnya siswa
Indonesia dipersiapkan dalam hal berpikir, berkreasi, dan berkomunikasi dengan
dasar penggunaan bahasa Indonesia yang dipraktikkan secara lugas, langsung, dan
lancar. Dengan begitu, suatu saat akan dihasilkan karya-karya besar dari orang
Indonesia dengan bahasa yang mantap. Hal itu tentunya harus menjadi obsesi guru
bahasa Indonesia demi menciptakan masa depan yang gemilang bagi putra bangsa.
2.3 Kemampuan
Dasar yang Memengaruhi Penggunaan Bahasa Indonesia
Ketika siswa belajar
bahasa dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata secara tidak sadar mereka
ia belajar pula tentang kaidah bahasa dan menggunakannya untuk memelajari mata
pelajaran lain. Oleh karena itu, seyogyanya pembelajarn bahasa dilaksanakan
secara terpadu dari dalam maupun dari luar. Dalam perwujudannya kemampuan dasar
dalam berbahasa secara umum sebagai berikut :
1.
Kemampuan
menyimak atau mendengarkan
Kemampuan memahami dan menafsirkan pesan yang
disampaikan secara lisan oleh orang
lain. Kendatipun tercantum dalam kurikulum. Namun, kemampuan ini kurang
mendapat sentuhan dari guru untuk dilatihkan. Karena guru menganggap
keterampilan itu mudah sehingga tidak diprioritaskan dalam pembelajaran. Tentu
hal ini amat keliru, pada dasarnya kemampuan menyimak ada macamnya. Mulai dari
mendengarkan percakapan, berita, ceramah, cerita, penjelasan, dan sebagainya.
Keterampilan ini bertujuan dapat meumbuhkan kemampuan siswa dalam hal berkomunikasi,
belajar, hiburan, dan memeroleh, merangkum, mengolah, mengritisi, serta
merespon berbagai informasi.
2.
Kemampuan
berbicara
Artinya yaitu kemampuan
untuk menyampaikan pesan secara lisan kepada orang lain. Maksudnya di sini
adalah pikiran, perasaan, sikap, tanggapan, penilaian, dan lain-lain.kemampuan
berbicara juga dianggap kurang penting dalam pembelajaran sehingga jarang
dipelajari. Perlu diingat, bila sekadar berbicar dengan teman atau keluarga
mungkintidak terlalu sulit. Tetapi, berbicara secara sistematis dengan sikap
yang sesuai dan baahsa Indonesia yang tepat dalam berbagi situasi tertentu
memerlukan belajar dan keterampilan dalam hal tersebut. Seperti pada situasi
berinteraksi dengan sesama, berdiskusi atau berdebat, berpidato, bertanya, mengemukakan
pendapat, dll. Tentu dalam hal di atas diperlukan strategi dalam berbicara yang
berbeda. Sehingga diperlukan keterampilan serta latihan-latihan bila perlu.
3.
Kemampuan
membaca
Kemampuan untuk memahami dan menafsirkan pesan yang
disamapikan secara tertulis oleh pihak lain. Kemampuan ini tidak hanya
berkaitan dengan pemahaman simbol-simbol tertulis, tetapi juga memahami pesan
atau makna yang disampaikan dalam sebuah tulisan.
4.
Kemampuan
menulis
Kemampuan dalam menyampaikan pesan kepada pihak lain
secara tertulis. Kemampuan ini bukan hanya berkaitan dengan kemahiran siswa
menyususn dan menuliskan simbol-simbol tertulis, tetapi juga mengungkapkan
pikiran, pendapat, sikap, dan perasaannya secara jelas dan sistematis sehingga
daapt dipahami oleh orang yang menerimanya, seperti yang dimaksudkan.
Keempat kemampuan berbahasa tersebut merupakan
bekal bagi siswa dalam menggunakan bahasa secara lisan maupun tulisan khususnya
pada lingkup sekolah. Untuk selanjutnya, seseorang menggunakan bahasa tersebut dalam hal ini
siswa untuk memelajari pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam konteks ini
penggunaan bahasa bergungsi sebagai alat untuk memelajari sesuatu, seperti
Matematika, IPA, Sejarah, Kewarganegaraan, dan sebagainya.
2.4 Praktik
Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Pengajaran bahasa sekarang bukan saja
mencurahkan perhatian pada hal pemilihan materi yang spesifik untuk program itu
melainkan juga berusaha mendapatkan metode baru. Berbagai usaha dilakukan untuk
mendapatkan model belajar dalam kelompok dan dalam kerja berpasangan, simulasi,
latihan main peran, dan metode lainnya.
Hal lain yang menjadi ciri pengenal pengajaran
model baru ini adalah pemberian tekanan pada pencapaian keterfahaman (fluent
intelligbility) sebagai dasar perancangan kurikulum sedangkan pengajaran bahasa
sebelumnya menekankan ketepatan (accuracy). Hal yang mendapat perhatian ialah
bagaimana menggunakan apa yang diketahui ketimbang tentang hal apa yang telah
diketahui.
Selanjutnya, pengajaran bahasa seharusnya
memiliki kurikulum yang mementingkan siswa (student-centered curriculum).
Kurikulum yang mementingkan ketepatan (accuracy based curriculum) merugikan pihak
siswa karena tidak bertolak dari apa yang dirasakan sebagai kebutuhan siswa,
demikian pendapat pendukung pendekatan komunikatif.
Pengajaran yang memakai pendekatan
komunikatif akan bertolak dari komuniasi
dan selanjutnya mengusahakan latihan yang memengaruhi terciptanya
komunikasi. Dengan keinginan berlatih, siswa akan mengembangkan penguasaan aspek
linguistik dalam menjalankan suatu tugas. Jika diberikan pengetahuan linguistik
yang baru dalam cara tradisional, pengetahuan baru itu dikaitkan dengan usahanya
untuk memperbaiki kemampuannya berkomunikasi secara tepat sesuai dengan tugas yang
diberikan kepadanya. Dengan prosedur seperti ini terdapat kemungkinan bahwa pengetahuan
linguistik baru yang diberikan harus diasimilasikan dengan apa-apa yang telah
diketahui, dan jika yang dipelajari itu untuk digunakan maka pengetahuan baru
itu hendaknya dikaitkan dengan penggunaan.
Kurikulum pengajaran bahasa yang memakai
pendekatan baru ini agak sulit untuk dispesifkasikan kecuali jika telah banyak
dilakukan penelitian tentang wacana, baik tertulis maupun lisan. Analisis
wacana memungkinkan perkiraan tentang jenis-jenis interaksi yang barangkali
baik untuk dikembangkan di kelas, baik dalam latar (setting) kelas maupun dalam
latar alamiah. Untuk itu, harus jadi kesinambungan dan keharmonisan berbagai
langkah penting sebagai pendukungnya, yaitu : penelitian- rancangan mengajar- pengembangan
materi- metodologi.
Tugas guru sebagai pembimbing memerlukan pendapat siswanya. Sehubungan
dengan itu, guru dengan beberapa siswa dapat melakukan umpan balik pada saat yang
sesuai dalam kegiatan pembelajaran. Dalam membimbing dan memantau, guru perlu
memerhatikan kemampuannya dengan harapan dapat memberikan serta membentuk pengetahuan
siswa secara individual atau kelompok dan mengeksploitasi kesanggupan siswa
selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan cara itu guru akan
berkonsenatrasi pada proses kemampuan proses siswa.
Berkenaan dengan peranan guru sebagai peserta
yang berkaitan dan dikaitkan dengan peserta lainnya (siswa), hal tersebut
berarti bahwa guru secara aktif membagi tanggung jawab dengan siswa dalam hal
belajar dan mengajar. Dengan cara memandang siswa orang yang memiliki banyak
sumbangan untuk dimanfaatkan memungkinkan guru secara terus-menerus menggali potensi
tersebut dan mengeksploitasinya. Persyaratan seorang guru adalah seseorang yang
dapat menarik perbedaan antara belajar dan perbuatan dalam sejumlah tujuan terpisah
dari cara-cara mencapai tujuan. Ia harus juga berasumsi bahwa siswa sanggup sampai
pada tujuan tertentu dengan berbagai jalan. Guru harus mengakui bahwa belajar
adalah tanggung jawab antarpribadi dan tidak ada seseorang yang dapat mengatur
sepenuhnya hal tersebut dan terdapat berbagai keragaman dalam kelangsungan proses
belajar. Guru harus menerima kenyataan bahwa setiap siswa memelajari hal-hal yang
berbeda, dalam cara yang berbeda, pada waktu yang berbeda.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari paparan materi di
atas mengenai praktik pengajaran dan penggunaan bahasa Indonesia di sekolah
dasar penulis menyimpulkan beberapa hal dilihat dari segi pengenalan bahasa
indonesia itu sendiri dalam perspektif pendekatan komunikatif, penggunaan
bahasa Indonesia di sekolah, dan praktik pengajaran bahasa Indonesia di sekolah
dasar. Antara lain sebagai berikut :
1)
Bahasa indonesia
dalam perspektif pendekatan komunikati memandang bahasa sebagai media
komunikasi atau lebih dikenal dengan pandangan fungsionalistik. Namun,
bertentangan dengan pandangan formalistik yang menekankan bahwa dalam berbahasa
yang diprioritaskan adalah kaidah-kaidah dalam berbahasa itu sendiri.
2)
Penggunaan
bahasa Indonesia di sekolah memiliki peran penting dalam hal memelajari
mengenai pengetahuan, sikap,dan keterampilan yang dapat menunjang aktivitas
siswa di sekolah.
3)
Dalam praktik
pengajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar disesuaikan dengan kurikulum yang
berlaku serta tidak mengesampingkan kebutuhan siswa dalam penggunaan bahasa
secara komunikatif maupun belajar llinguistik. Di sini guru bertugas untuk
membimbing siswa dalam mengembangkan pengetahuannya serta mengeksplotasi
kemampuan yang dimilki.
3.2
Saran
Berkenaan dengan penggunaan bahasa Indonesia di
sekolah sudah mengalami kemajuan yang mengagumkan. Namun, guru diharapkan tidak
lengah dalam menghadapi perkembangan zaman di era global. Karena, semakin
banyak pula bahasa-bahasa gaul dan asing di kehidupan sehari-hari kita.
Diharapkan guru dapat mawas diri dan menanamkan bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Agar pengakaran dan pengaplikasian bahasa Indonesia pada siswa dapat
berlangsung dengan baik serta tidak menghilangkan makna dan jati diri dari
bahasa Indonesia itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Kaseng, Sjahruddin. 1989. Linguistik Terapan : pengantar menuju
pengajaran bahasa yang sukses. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC.
T. W, Solchan, dkk. 2008. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD.
Jakarta: Universitas Terbuka.