Cari Blog Ini

Rabu, 09 November 2016

Cerpen Anak Terbanglah Layang-layang

Terbanglah Layang-layang
Matahari sudah mencapai puncaknya, panasnya pun tiada lagi terkira. Apalagi sekarang ini sudah memasuki musim kemarau. Namun, panasnya sinar Matahari di siang ini tidak menghalangi Dika dan Purnomo bermain layang-layang. Dika dan Purnomo biasa bermain layang-layang di tanah lapang. Tanah lapang tempat mereka bermain merupakan tanah milik desa, sehingga mereka bebas bermain di sana. Dika dan Purnomo adalah sahabat karib. Purnomo lebih muda dari Dika. Dika sekarang sudah kelas 6 SD, sedangkan Purnomo kelas 5 SD. Meskipun tidak satu kelas, tetapi mereka senang bermain bersama.
Siang ini mereka bermain layang-layang. Purnomo bertugas menerbangkan layang-layang, Ia mengambil jarak agak jauh dari Dika. Sedangkan, Dika bertugas sebagai penarik layang-layang. Purnomo sudah memegang dan bersiap-siap akan menerbangkan layang-layang milik Dika. Ketika sudah siap, Purnomo mengatakan “Dul...dul...” dan melepaskan layang-layang. Lalu, Dika segera menarik layang-layang yang telah dilepaskan Purnomo. Dika menarik layang-layang sambil berlari sampai layang-layangnya terbang di angkasa. Akhirnya, dengan susah payah Dika dapat menerbangkan layang-layangnya di angkasa. Dika dan Purnomo pun tertawa riang melihat layang-layang Dika yang telah membumbung tinggi di angkasa raya. Teriknya sinar Matahari di siang ini seolah tidak dirasakan oleh mereka. Tampak sekali peluh berjatuhan membasahi tubuh mereka. Namun, mereka tetap tertawa dan tidak memedulikannya.
Dika pun mengulur benang layang-layang miliknya semakin panjang, sehingga layang-layang yang tadinya masih terlihat besar sekarang telah terlihat semakin kecil. Karena layang-layang tersebut semakin tinggi sehingga jauh dari pandangan mata dan tampak sangat kecil. Angin yang berhembus membuat layang-layang milik Dika tetap membumbung tinggi di angkasa.
Ternyata, tidak hanya Dika dan Purnomo yang bermain layang-layang di tanah lapang. Ada juga Revan dan Rozak yang juga berusaha menerbangkan layang-layangnya di seberang mereka. Tampak berkali-kali Revan dan Rozak akan menerbangkan layang-layang tetapi selalu terjatuh. Karena angin yang berhembus di bawah kurang kuat untuk menerbangkan layang-layang milik Rozak. Namun, Revan dan Rozak terus berusaha meskipun berkali-kali layang-layang tersebut jatuh.
Melihat dua temannya kesusahan, Dika menyuruh Purnomo membantu Revan dan Rozak. Sementara itu, Dika memegang benang layang-layang miliknya dengan erat. Purnomo membantu Rozak menerbangkan layang-layang milik Rozak. Beberapa kali layang-layang Rozak terjatuh. Namun, Purnomo dan Rozak tetap berusaha menerbangkannya. Revan memperkirakan arah angin dengan baik. Kemudian, Revan memberitahukan arah angin yang baik untuk menerbangkan layang-layang Rozak. Akhirnya, sesudah bersusah payah dan dibantu oleh Purnomo layang-layang milik Rozak dapat terbang di angkasa seperti milik Dika. Sekarang layang-layang Rozak perlahan terbang untuk menyamai layang-layang milik Dika.
Rozak pun tidak mau kalah, Ia mulai melepas benang layang-layangnya agar terbang semakin tinggi. Ia ingin layang-layang miliknya lebih tinggi dari milik Dika. Perseteruan antara Dika dan Rozak dimulai. Mereka berdua berlomba menerbangkan layang-layang mereka semakin tinggi hingga tampak sangat kecil dari bawah.
Tanpa disadari mereka terus melepaskan benang layang-layang semakin banyak. Sementara itu, angin di atas sana semakin kencang menerpa layang-layang milik Dika dan Rozak. Purnomo dan Revan berusaha membantu memegang tali benang layang-layang milik Dika dan Rozak agar tidak terbawa angin.
Kedua layang-layang itu pun membumbung tinggi di angkasa raya. Sementara itu, angin di atas sana semakin kencang. Angin di bawah pun juga semakin kencang, sehingga mereka sangat kewalahan. Dika dan Rozak berusaha mempertahankan layang-layang milik mereka. Revan juga panik dan memberikan usul agar Dika dan Rozak menurunkan layang-layang mereka. Sebab angin di atas dan di bawah semakin kencang. Karena angin yang berhembus kencang dapat membuat layang-layang mereka putus. “Hei, turunkan saja layang-layangnya !”, seru Revan. “Ah...seru ini, tambah enak anginnya semakin kencang,” kata Dika. “Iya, lihat tambah bagus kalau anginnya kencang jadi tidak terjatuh layang-layangnya,” tambah Purnomo. “ Tapi, nanti kalau benangnya terputus bagaimana?”, kata Rozak. “Tidak mungkin, benangnya sangat kuat Zak,” kata Dika. “Sudah Zak, lebih baik turunkan sedikit saja biar nanti mudah kalau misalnya benangnya terputus,” usul Revan pada Rozak. “Baiklah kalau begitu Van,” kata Rozak. Lalu, Rozak pun menurunkan sedikit demi sedikit layangannya dan tetap terbang di angkasa.
Sekarang tinggal layang-layang Dika yang paling tinggi. Dika dan Purnomo sangat bangga, karena sekarang layang-layang merekalah yang paling tinggi. Meskipun terkadang angin berhembus kencang, tetapi Dika dengan dibantu Purnomo dapat mempertahankan layang-layangnya. Rozak dan Revan menerbangkan layang-layangnya pada titik rendah saja, karena takut angin berhembus kencang dan membawa layang-layangnya.
Layang-layang milik Dika masih berada di titik paling tinggi dibandingkan layang-layang milik Rozak. Layang-layang Dika tampak seperti menikmati ketinggiannya di angkasa raya dengan tenang. Angin bertiup sepoi-sepoi menemani hari beranjak dari siang menuju sore. Keempat anak tersebut masih betah bermain layang-layang di tanah lapang.
Tidak terasa hari semakin sore. Banyak anak-anak kecil mulai berdatangan  ke tanah lapang. Ada anak kecil baik laki-laki maupun perempuan. Mereka  bermain kejar-kejaran di tanah lapang milik desa mereka tersebut. Anak-anak yang lain juga tampak sedang bermain sepak bola. Ada juga pemuda-pemudi di sisi lain dari tanah lapang ini mulai berdatangan untuk bermain volly di lapangan volly yang terletak di sudut dari tanah lapang desa ini. Setiap hari suasana sore hari di tanah lapang di desa Dika selalu ramai.
Di sisi lain dari tanah lapang di desa ini empat anak yaitu, Dika, Purnomo, Revan, dan Rozak masih asyik bermain layang-layang. Angin yang bertiup di sore hari semakin kencang. Tanpa disadari oleh Dika, ternyata benang layang-layang Dika semakin tipis di atas angkasa karena terombang-ambing oleh gerakan layang-layang. Sebab, angin yang bertiup bertambah kencang. Tidak berapa lama kemudian, layang-layang milik Dika benangnya terputus. Layang-layang Dika pun terbang mengikuti angin yang berhembus semakin kencang. Angin tersebut entah akan membawa layang-layang milik Dika ke arah mana.
Dika sangat panik melihat layang-layang miliknya putus. Tanpa memedulikan keadaan sekitar, Ia berlari mengikuti layang-layangnya yang putus. Ia terus berlari sambil sesekali melihat ke atas untuk melacak ke arah mana terbangnya layang-layang miliknya. Melihat temannya berlari mengejar layang-layang, Purnomo mengikutinya. Sementara itu, Rozak dan Revan segera menurunkan layang-layang milik Rozak. Setelah berhasil menurunkan layang-layang, Rozak dan Revan segera menyusul Dika dan Purnomo.
Dika dan Purnomo sudah berlari jauh mengejar layang-layang milik Dika. Rozak dan Revan berlari mengikuti Dika dan Purnomo. Layang-layang milik Dika terbang semakin jauh dari tanah lapang. Layng-layang tersebut terbang ke arah persawahan yang terletak di luar desa Dika. Keempat bocah tersebut terus berlari mengejar layang-layang putus tersebut.
Tampak sekali layang-layang milik Dika itu semakin oleng, karena angin yang berhembus mulai tidak stabil. Seolah-olah layang-layang itu seperti kapal laut yang sedang terombang-ambing di tengah lautan yang sedang badai. Angin yang berhembus semakin tidak ada ketika keempat bocah tadi sampai di tengah-tengah persawahan.
Layang-layang Dika meliuk-liuk di angkasa dan akan segera jatuh. Tidak jauh dari layang-layang yang akan jatuh itu ada sebuah pohon Klampis. Pohon Kalmpis ini ada di persawahan di luar desa, biasanya di pohon ini ada sarang burung bangau. “weng....weng...wweng...” suara layang-layang milik Dika semakin keras. Ini menandakan layang-layang Dika akan segera mendarat ke bumi. “weng....weng...weng...srtt..,” layang-layang Dika jatuh dan tersangkut di pohon Klampis.
Dika, Purnomo, Revan, Dan Rozak terlihat terengah-engah karena telah berlari jauh demi mengejar layang-layang milik Dika. Akhirnya layang-layang itu berhenti terbang dan tersangkut di pohon Klampis. Mereka berhenti sejenak untuk mengatur napasnya yang tidak teratur.
Setelah itu, mereka mendongak ke atas untuk melihat layang-layang Dika yang tersangkut di pohon. Dika tampak sedang berpikir. Dika tidak langsung memanjat ke pohon Klampis itu untuk mengambil layang-layangnya. Teman-teman Dika juga tidak ada yang berani memanjat pohon tersebut. Bukan karena mereka takut dengan burung bangau atau semut yang ada di pohon. Alasan mereka tidak berani memanjat pohon Klampis karena pohon ini penuh dengan duri. Jadi, tidak satu pun dari mereka yang berani memanjat pohon tersebut.
Purnomo mencoba mencari-cari sesuatu di sekitarnya. Tampak sebuah tongkat agak panjang tergeletak tidak jauh darinya. Kemudian, Purnomo mengambil tongkat tersebut. Tongkat itu digunakan oleh Purnomo untuk mengambil layang-layang milik Dika. Purnomo susah payah ingin menggapai layang-layang temannya itu dengan tongkat yang Ia bawa. Purnomo tetap tidak bisa menggapai layang-layang itu, sebab tongkatnya kurang panjang.
“ Ayo, naik di punggungku saja Pur,” usul Rozak pada Purnomo. Purnomo menerima usulan dari Rozak. Purnomo segera naik ke punggung Rozak. Purnomo berusaha mengambil layang-layang Dika dengan bantuan tongkat yang ada di tangannya. Layang-layang milik Dika pun jatuh ke tanah. Keadaannya sangat buruk, banyak bagian yang sobek dari tubuh layang-layang.
Dika tampak sedih melihat layang-layang miliknya yang rusak. Dika segera mengambil layang-layangnya dan membolak-baliknya. Ada bagian layang-layang yang patah, kertasnya banyak yang sobek, dan bentuknya sudah tidak bagus lagi. Revan memandangi Dika yang terlihat sangat sedih. Revan sangat kasihan kepada Dika.
Revan menghibur Dika agar tidak bersedih. “Sudah Dik, tidak perlu bersedih. Nanti, kita perbaiki layang-layang ini,” kata Revan. “Betul itu Van, kalau perlu kita buat lagi yang baru dan bagus,” usul Purnomo. “Itu ide yang bagus Pur, tapi aku sangat menyukai layang-layangku ini,” kata Dika. “Ya sudah, kalau begitu nanti malam kita perbaiki saja bersama-sama...,” ajak Purnomo. “Boleh juga usulmu Pur, tapi sekarang Ayo kita pulang dulu, langit sudah mulai gelap,” kata Rozak kemudian.
Akhirnya, mereka berempat pulang ke rumah masing-masing dan segera mandi. Tidak lama kemudian, azan magrib berkumandang dari masjid. Warga segera menuju ke masjid desa untuk melaksanakan salat berjamaah. Warga memiliki banyak waktu salat berjamaah di masjid desa pada malam hari, karena pada siang hari banyak warga yang masih bekerja. Kalau siang hari warga desa jarang salat secara berjamaah.
Dika, Purnomo, Rozak, dan Revan juga salat berjamaah di masjid. Setelah selasai salat berjamaah, mereka berkumpul untuk memperbaiki layang-layang Dika. Mereka segera menuju rumah Dika. Dika mengambil segala keperluan untuk memperbaiki layang-layang miliknya. Adapun alat dan bahan yang diambil Dika yaitu, golok, pisau, lem, kertas layang-layang, tali/benang, dan sebilah bambu.
Alat dan bahan untuk memperbaiki kayangan sudah tersedia. Dika dengan dibantu Purnomo, Rozak, dan Revan pun segera memperbaikinya. Purnomo mengambil golok dan sebilah bambu untuk dipotong menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Sementara itu, Dika membantu Purnomo untuk membersihkan bagian-bagian kecil yang telah dipotong, agar sesuai dengan bagian layang-layang yang telah rusak. Setelah potongan bambu dibersihkan, Rozak mengotak-atik bambu tersebut. Ia mencoba membuat bambu tersebut melengkung agar sesuai dengan rangka badan layang-layang yang rusak. Setelah dianggap sesuai, segera bagian yang rusak diganti dengan yang baru dan disatukan dengan tali. Revan membuat pola dari kertas layang-layang. Ia membuatnya sesuai dengan bentuk badan layang-layang dan mengguntingnya.
Dika mengambil pola yang telah digunting oleh Revan. Dika meletakkan pola tersebut pada bagian layang-layang yang kertasnya sudah sobek. Ia segera merekatkan pola ke badan layang-layang dengan lem. Setelah itu, Dika mencoba menerbangkan layang-layangnya. Dika mengangkat layang-layangnya setinggi badan dan menggerakkannya ke depan dan ke belakang. Jika dirasa sudah mantap dan seimbang, maka layang-layang bisa diterbangkan lagi.
Permainan layang-layang di desa tempat Dika tinggal dapat dimainkan saat siang maupun malam hari. Saat siang hari, permainan layang-layang banyak dimainkan oleh anak-anak. Saat malam hari, biasanya Bapak-bapaklah yang bermain layang-layang. Agar layang-layang terlihat pada malam hari, maka dipasang lampu warna-warni di tubuh layang-layang. Lampu tersebut dapat menyala karena ada baterai yang diletakkan pada rangka tubuh layang-layang.
Dika berencana untuk mencoba layang-layangnya yang sudah diperbaiki di malam hari ini. Untuk itu, Dika dan teman-temannya memasangkan lampu mengelilingi rangka tubuh layang-layang. Selain itu, Dika tidak lupa memasang baterai agar lampu dapat menyala. Sebelu diterbangkan, lampu dicoba terlebih dahulu dengan menyalurkan kabel lampu ke baterai.
Perlu diperhatikan dengan baik ketika hendak menyambungkan kabel lampu ke baterai. Hal ini harus dilakukan dengan benar lampu dapat menyala. Pertama, Dika mencoba menyambungkan kabel lampu pada kutub baterai. Hasilnya, lampu tidak dapat menyala karena sambungannya salah. Seharusnya kutub negatif lampu dipasangkan dengan kutub positif baterai. Sedangkan, kutub positif lampu dipasangkan dengan kutub negatif baterai. Setelah itu, lampu dapat menyala dan Dika merasa senang.
Dika, Purnomo, Rozak, dan Revan bergegas menuju tanah lapang desa. Di sana sudah ada Bapak-bapak yang menerbangkan beberapa layang-layang. Tampak di atas lampu warna-warni yang muncul dari tubuh layang-layang. Dika juga tidak mau ketinggalan. Ia meminta Purnomo agar membantunya untuk menerbangkan layang-layang miliknya. Purnomo segera membawa lari layang-layang Dika ke sudut tanah lapang. Purnomo juga menyalakan lampu yang ada di layang-layang Dika, sehingga saat diterbangkan nanti dapat menyala dengan bagus. Di sudut yang lain, Dika memegang benang layang-layangnya. Dari kejauhan Purnomo sudah siap, Ia segera memberikan aba-aba kepada Dika. “satu, dua, tiga,...Dul,” kata Purnomo memberi aba-aba. “Dul...,” sahut Dika secara bersamaan dengan Purnomo.
Tidak lama setelah itu, layang-layang Dika membumbung di angkasa. Dika terus mempertahankan layang-layangnya agar tetap bertahan di angkasa. Ketika angin sudah dirasakan cukup menguntungkan, Dika segera melepaskan benangnya lebih banyak agar terbang lebih tinggi lagi. Dari bawah terlihat apu warna-warni terpancar dari layang-layang yang sedang mengudara di langit desa. layang-layang Dika memiliki lampu dengan perpaduan dua warna, yaitu biru dan merah. Ada juga layang-layang milik Pak Devin dengan lampu berwarna merah dan putih. Selain itu, ada banyak lagi layang-layang milik Pak Supadi, Pak Karim, Pak Laidi, dan Pak Lutfi.
Sebenarnya, tidak hanya di tanah lapang desa saja tempat menerbangkan layang-layang. Terkadang ada juga yang menerbangkan di persawahan dekat rumah warga. Tanah lapang desa tempat Dika dan teman-temannya menerbangkan layang-layang merupakan pusat desa. Pusat desa menjadi tempat pemerintahan sebuah desa.
Sebuah desa tentu terbagi ke dalam beberapa dukuh. Setiap dukuh memiliki tanah lapang selain tanah lapang yang ada di pusat desa. Tanah lapang yang paling besar terletak di pusat desa tempat Dika dan teman-temannya bermain layang-layang. Pedesaan tempat Dika tinggal terdiri dari kurang lebih 6.000 penduduk. Banyak rumah di desa ini memiliki halaman begitu luas, sehingga antara rumah satu dengan yang lainnya memiliki jarak yang lebar.
Selain itu, setiap dukuh di desa tempat Dika tinggal memiliki wilayah sendiri-sendiri. Jarak antara dukuh satu dengan yang lainnya sangat jelas. Karena, setiap dukuh di desa ini di kelilingi oleh pepohonan bambu yang begitu rindang. Ada pula persawahan yang memisahkan setiap dukuh, sehingga sangat jelas batas wilayah setiap dukuh di desa ini.
Jadi, tidak hanya di tanah lapang desa saja ada orang yang menerbangkan layang-layang pada malam hari. Warga desa yang dukuhnya berbeda pun juga menerbangkan layang-layang pada malam hari. Layang-layang dengan lampu warna-warni terlihat dari tanah lapang desa, lampu itu terlihat di sebelah timur. Layang-layang yang terlihat di sebelah timur tersebut sepertinya berasal dari dukuh Ketan yang merupakan bagian dari desa Kepoh. Layang-layang di sebelah selatan terletak di dukuh Jambe, juga merupakan dukuh dari desa Kepoh. Layang-layang juga ada yang terletak di sebelah barat yaitu di dukuh Ngampon.
Setiap malam di musim kemarau banyak warga memiliki hobi membuat dan menerbangkan layang-layang. Layang-layang tersebut diterbangkan pada musim kemarau sebab pada musim inilah angin berhembus kencang. Angin kencang dibutuhkan untuk menerbangkan layang-layang.
Warga yang tidak menerbangkan layang-layang setiap malam di luar rumah untuk memandangi langit. Tampak berjuta-juta bintang bertaburan di langit dilengkapi dengan gemerlapnya lampu warna-warni yang terpancar dari layang-layang. Suasana malam hari di langit desa begitu indah dan menawan.
Layang-layang diterbangkan mulai malam hari dan akan diturunkan pada pagi hari sebelum azan subuh berkumandang. Bapak-bapak dan anak mereka biasa menerbangkan layang-layang di malam hari dan menungguinya sampai pukul sembilan malam. Setelah itu, benang layang-layang mereka tancapkan di tanah atau di talikan pada pohon. Lalu, mereka meninggalkan layang-layang mereka di tanah lapang.
Semua orang pun beristirahat di rumahnya masing-masing. Suara layang-layang di malam hari yang diterpa angin memenuhi angkasa. “weng...weng...weng...,” suara layang-layang tersebut mengantar semua warga ke peraduannya. Tinggallah angin dan layang-layang yang bersorak sore di angkasa desa Kepoh. Tidak ada lagi suara anak kecil tertawa, Ibu bercanda, dan Bapak berbincang-bincang. Semua warga telah sibuk dengan mimpi mereka masing-masing. LaHanya suara Jangkrik yang tersisa bersama angin malam yang berhembus semakin kencang menerpa tubuh layang-layang. Sebelum pagi datang, layang-layang tetap membumbung tinggi di langit desa Kepoh.


          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar