Cari Blog Ini

Senin, 28 April 2014

praktik pengajaran dan penggunaan bahasa Indonesia di sekolah dasar



BAB I
PENDAHULAUN

1.1              Latar Belakang
Saat ini, bahasa Indonesia mengalami perkembangan puncak. Hampir 40 negara membuka program studi bahasa Indonesia di wilayahnya. Pada tahun 2001, Usbekhistan menawari warga Indonesia yang berkemampuan di bidang bahasa Indonesia untuk menjadi pengelola program studi bahasa Indonesia di negara itu. Australia bagian utara telah memasukkan bahasa Indonesia di kurikulum sekolah sebagai bahasa kedua. Di Jepang, banyak kursus-kursus bahasa Indonesia yang di buka di kota-kota besarnya. Di sisi lain, banyak juga kamus bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh negara lain.
Banyak pula warga Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, banyak anak-anak yang sudah tidak tahu bahasa daerah karena komunikasi di keluarga menggunakan bahasa Indonesia. Hal itu sangat menguntungkan bagi guru bahasa Indonesia. Meskipun, dalam hal lain bahasa daerah mengalami keterpurukan.
Peran guru amatlah menetukan dalam mengajarkan bahasa Indonesia khususnya dalam penggunaan di dunia pendidikan. Oleh karena itu, guru dituntut untuk menguasai bahasa Indonesia dalam pembelajarannya. Tak dapat dipungkiri pengulangan yang dilakukan guru dalam pemakaian bahasa dapat memengaruhi siswanya pula dalam berbahasa.
1.2              Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana pandangan mengenai bahasa Indonesia dalam perspektif pendekatan komunikatif?
2.      Apa pentingnya penggunaan bahasa Indonesi di sekolah?
3.      Bagaimana praktik pengajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar?
1.3              Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Mendeskripsikan pandangan mengenai bahasa Indonesia dalam perspektif pendekatan komunikatif;
2.      Mendeskripsikan pentingnya penggunaan bahasa Indonesia di sekolah; dan
3.      Mendeskripsikan praktik bahasa Indonesia di sekolah dasar.

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pandangan Mengenai Bahasa Indonesia dalam Perspektif Pendekatan Komunikatif
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia terdapat bermacam-macam pendekatan yang digunakan oleh guru. Salah satu pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan komunikatif. Pandangan komunikatif mempunyai pandangan yang bersifat fungsionalistik tentang bahasa. Faham fungsionalistik melihat bahasa bukan sekedar sebagai kode seperti halnya dengan pandangan formalistik, melainkan lebih jauh daripada itu. Pendekatan tersebut mencoba melihat untuk apa bahasa itu dan bagaimana digunakan dalam komunikasi. Jika orang ingin melihat bagaimana pandangan fungsionalistik tentang bahasa, ia perlu memperhatikan perbedaannya dengan penganut formalistik tentang hal yang sama. Perbedaan dalam hal tersebut dikemukakan oleh S. C. Dik (dalamSjahr uddin K, 1989) sebagai berikut :
a.       Formalistik (misalnya: Chomsky cenderung menganggap bahasa pada instansi pertama adalah fenomena mental. Fungsionalistik (misalnya: Halliday cenderung melihatnya sebagai fenomena sosial.
b.      Formalistik cenderung menerang kesemestaan bahasa sebagai penjelmaan warisan kekerabatan lingustik secara umum yang dimiliki manusia. Fungsionalistik cenderung menerangkan hal tersebut sebagai penjelmaan kesemestaan penggunaan bahasa dalam masyarakat manusia.
c.       Formalistik lebih tertarik unuk menerangkan pemerolehan bahasa anak-anak dalam belajar bahasa fungsionalistik lebih tertarik untuk menerangkan hal tersebut dalam rangka pengembangan kebutuhan dan kemampuan komunikatif anak-anak dalam masyarakat.
d.      Ciri pembeda keemapat dan yang paling penting adalah formalistik meneliti bahasa sebagai sistem yang otonomi sedangkan fungsionalistik menelitinya dalam hubugan dengan fungsi sosialnya.
Teori gramatika formal dengan tokoh-tokohnya, misalnya Chomsky (dalam Sjahruddin K, 1989) mendefinisikan bahasa sebagai seperangkat kalimat-kalimat. Kalimat-kalimat ini mempunyai makna dan ucapan, dan sebagai akibatnya , tata bahasa harus menetapkan perangkat penggambaran yang memperlihatkan keterkaitan makna pada ucapan. Sintaksis yang dalam posisi senteral merupakan komponen yang penting dalam penggambaran yang kompleks dianggap tempat penampilan kalimat-kalimat sebagai rangkaian kata-kata. Terdapat tiga tingkat penampilan: semantik, sinaktik, dan fonologik. Ditemukan sekian banyak penggambaran keterkaitan makna-ucapan dalam tingkat-tingkat penampilan tadi; ada kaidah yang menetapkan kegramatikalan bentuk-bentuk yang ditampilkan di tiap tingkat.
Model analisis yang disebut di atas berusaha menampilkan apa yang diketahui oleh penutur asli secara implisit tentang bahasanya. Penutur asli bahasa Inggris mengetahui bahwa “that girl played himself” adalah bentuk yang memiliki cacat sintaktik. Penutur asli bahasa Inggris mengetahui pula bahwa kalimat “We need more public schools” bermakna ganda, mempunyai dua jenis penafsiran : yang pertama, “We need a large number of public schools”, dan kedua, “We need schools which are more pulic”. Teori formalistik harus menjelaskan fakta seperti ini yang banyak jumlahnya, memberikan pertimbangan terhadap pengetahuan lingustik dalam bentuk perangkat kaidah dan kategori yang mejelaskan bentuk penampilan linguistik di tiap tingkat. Syarat yang harus dipenuhi teori ini ialah konsiten, mampu meramalkan, sederhana, dan mencakup semua data dalam arti formal teori ini menerangkan fakta pengetahuan penutur mengenai bahasanya.
Fungsionalistik beranjak dari pragmatik. Penjelasan dalam pragmatik melampaui penjelasan secara formal seperti dikemukakan di atas. Akan tetapi, terdapat pengakuan akan adanya kelemahan penjelasan pragmatik seperti ini. Lemah, karena prinsip-prinsip pragmatik tidak berada dalam penguasaan yang sempurna terhadap tingkah laku bahasa dibandingkan dengan terhadap kaidah gramatika. Penjelasan pragmatik bersifat prediktif dalam arti suatu kemungkinan, bukan kepastian. Sebaliknya, penjelasan pragmatik mencoa menjawab pertanyaan “Mengapa?” dengan cara melangkah ke belakang layar teori gramatika formal.
Sebelum pembicaraan tentang hakekat bahasa yang dipandang dari fungsinya dilanjutkan, lebih dahulu dikemukakan apa yang dimaksud dengan penjelasan fungsional. Penjelasan fungsional berarti menerangkan mengapa suatu fenomena terjadi dengan memperlihatkan sumbangannya terhadap sistem yang lebih besar merupakan induk sistem tersebut. Khusus dalam hubungan bahasa, teori fungsional adalah suatu pandangan yang mendefinisikan bahasa sebagai bentuk komunikasi, memperlihatkan bagaimana bahasa bekerja dalam sistem yang lebih besar (masyarakat manusia). Kalau orang berbicara tentang tujuan maksud, tujuan, rencana, ilokusi (illocution) dalam hubungan maksud (yang dalam filsafat dan dalam hubungan tujuan merupakan juga penjelasan fungsional).
Fungsionalistik dalam linguistik mula-mula dipandang dalam kaitan dengan teori evolusi yang bersifat teleologik (ajaran) yang memandang bahwa setiap kejadian atau perkembangan muncul sesuai dengan tujuan yang akan diembannya; lawan teori mekanistik mengenai alam raya. Teori evolusi menerangkan mengapa suatu jenis (makhluk atau spesies) selalu berakhir dengan jumlah yang senantiasa berkurang tetapi dengan penyesuaian yang lebih baik terhadap lingkungannya. Demikian juga pendapatnya tentang sistem komunikasi binatang yang dianggapnya baik dalam arti biologis sepanjang sistem itu meningkatkan daya bertahan spesies yang menggunakannya.
Menjelaskan pandangan fungsionalistik dalam linguistik yang dikaitkan dengan teori evolusi biologis (functional biologic) dapat dilakukan dengan menghubungkannya dengan teori epistemologi Popper yang menyangkut tiga dunia dalam perkembangan pengetahuan manusia Popper (dalam Sjahruddin K, 1989), menyatakan ketiga dunia tersebut adalah:
I.                   Dunia objek fisik atau daerah fisik;
II.                Dunia kesadaran atau daerah mental atau subjektif;
III.             Dunia kandungan objektif pikiran terutama pikiran ilmiah dan seni.
Dunia ketiga adalah “pengetahuan objektif” atau “pengetahuan tanpa mengetahui subjek”. Dunia ini sekaligus menunjukkan bagaimana bahasa menjadi tempat lintasan suatu evolusi tingkat biologik yang mendasar untuk jenis evolusi yang lebih kuat dan cepat, yakni evolusi pengetahuan. Suatu formulasi linguistik terhadap suatu teori memberi kemungkinan bagi seseorang untuk mengkritik dan membuangnya tanpa kehilangan kelompok ras yang mendukungnya.
Popper (dalam Sjahruddin K, 1989)  mengemukakan tingkat-tingkat perkembangan fungsi dalam evolusi bahasa manusia yang secara berurutan berlangsung dari tingkat bawah ke tingkat atas sebagai berikut :
IV.             Fungsi argumentatif (argumentative) menggunakan bahasa untuk menyajikan dan mengevaluasi argumen dan penjelas;
III.             Fungsi deskriptif (descriptive) menggunakan bahasa untuk  memperkirakan hal-hal di dunia luar;
II.                Fungsi isyarat (signalling) menggunakan bahasa untuk menginformasikan keadaan internal individu;
I.                   Fungsi ekspresif (expressive) menggunakan bahasa untuk mengungkapkan keadaan internal individu.
Leech (dalam Sjahruddin K, 1989) mengembangkan pendapat Popper tentang tiga dunia dalam teori epistemologi tadi dengan menyisipkan dunia fakta sosial di antara dunia II (subjektif )dan dunia III (objektif )sehingga baginya terdapat empat dunia. Dengan demikian, dunia Popper  “fakta objektif” menjadi dunia IV menurut Leech . keempat dunia tersebut adalah :
I.                   Fisik
II.                Mental
III.             Objek Sosial
IV.             Fakta Objektif
2.2       Pentingnya Penggunaan Bahasa Indonesia di Sekolah
Posisi bahasa Indonesia berada dalam dua tugas. Tugas pertama, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Artinya bahasa Indonesia tidak mengikat pemakainya untuuk sesuai dengan kaidah dasar. Bahasa Indonesia digunakan secara nonresmi, santai, dan bebas. Pemakai bahasa Indonesia dalam konteks bahasa nasional dapat dengan bebas menggunakan ujarannya baik lisan, tulis, maupun lewat kinesiknya.
Tugas kedua adalah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Artinya bahasa Indonesia adalah bahasa resmi. Maka, bahasa Indonesia harus digunakan sesuai dengan kaidah, tertib, cermat,dan masuk akal. Bahasa Indonesia yang dipakai harus lengkap dan baku. Tingkat kebakuannya dapat diukur melalui aturan kebahasaan dan logika pemakaian.
Bermula dari kedua hal di atas, perlu disadari pasa proses pembelajarn bahasa Indonesia di sekolaah-sekolah harus bertumpu pada siswa sebagai subjek belajar. Materi pembelajarn BI terintegrasi dengan penggunaan bahasa Indonesia dewasa ini. Hal ini tidak lain bertujuan untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Pemeblajarn yang dimaksudkan diarahkan ke pemakaian sehari-hari baik lisan maupun tulis dalam konteks bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Indonesia di sekolah dimaksudkan untuk kepentingan siswa. Karena dalam kelas yang belajar bukan guru melainkan siswa. Siswa hendaknya diarahkan ke pengembangan potensi diri sendiri untuk hidup di zaman ini demi memersiapkan generasi muda dalam menyongsong era globalisasi. Artinya, segala masalah kebahasaan yang diberlakukan di sekolah haruslah sesuai dengan perkembangan zaman sehingga sesuai dengan kebutuhan. Dengan begitu, penting bagi siswa atau generasi penerus bangsa dalam menjaga eksistensinya sebagai bangsa yang bermartabat di era global ini dengan mengetahui pentingnya mengetahui jati diri sebagai bangsa Indonesia. Serta perwujudan adalam bentuk penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
Pada dasarnya siswa Indonesia dipersiapkan dalam hal berpikir, berkreasi, dan berkomunikasi dengan dasar penggunaan bahasa Indonesia yang dipraktikkan secara lugas, langsung, dan lancar. Dengan begitu, suatu saat akan dihasilkan karya-karya besar dari orang Indonesia dengan bahasa yang mantap. Hal itu tentunya harus menjadi obsesi guru bahasa Indonesia demi menciptakan masa depan yang gemilang bagi putra bangsa.
2.3       Kemampuan Dasar yang Memengaruhi Penggunaan Bahasa Indonesia
Ketika siswa belajar bahasa dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata secara tidak sadar mereka ia belajar pula tentang kaidah bahasa dan menggunakannya untuk memelajari mata pelajaran lain. Oleh karena itu, seyogyanya pembelajarn bahasa dilaksanakan secara terpadu dari dalam maupun dari luar. Dalam perwujudannya kemampuan dasar dalam berbahasa secara umum sebagai berikut :
1.      Kemampuan menyimak atau mendengarkan
Kemampuan memahami dan menafsirkan pesan yang disampaikan secara lisan oleh orang lain. Kendatipun tercantum dalam kurikulum. Namun, kemampuan ini kurang mendapat sentuhan dari guru untuk dilatihkan. Karena guru menganggap keterampilan itu mudah sehingga tidak diprioritaskan dalam pembelajaran. Tentu hal ini amat keliru, pada dasarnya kemampuan menyimak ada macamnya. Mulai dari mendengarkan percakapan, berita, ceramah, cerita, penjelasan, dan sebagainya. Keterampilan ini bertujuan dapat meumbuhkan kemampuan siswa dalam hal berkomunikasi, belajar, hiburan, dan memeroleh, merangkum, mengolah, mengritisi, serta merespon berbagai informasi.
2.      Kemampuan berbicara
Artinya yaitu kemampuan untuk menyampaikan pesan secara lisan kepada orang lain. Maksudnya di sini adalah pikiran, perasaan, sikap, tanggapan, penilaian, dan lain-lain.kemampuan berbicara juga dianggap kurang penting dalam pembelajaran sehingga jarang dipelajari. Perlu diingat, bila sekadar berbicar dengan teman atau keluarga mungkintidak terlalu sulit. Tetapi, berbicara secara sistematis dengan sikap yang sesuai dan baahsa Indonesia yang tepat dalam berbagi situasi tertentu memerlukan belajar dan keterampilan dalam hal tersebut. Seperti pada situasi berinteraksi dengan sesama, berdiskusi atau berdebat, berpidato, bertanya, mengemukakan pendapat, dll. Tentu dalam hal di atas diperlukan strategi dalam berbicara yang berbeda. Sehingga diperlukan keterampilan serta latihan-latihan bila perlu.
3.      Kemampuan membaca
Kemampuan untuk memahami dan menafsirkan pesan yang disamapikan secara tertulis oleh pihak lain. Kemampuan ini tidak hanya berkaitan dengan pemahaman simbol-simbol tertulis, tetapi juga memahami pesan atau makna yang disampaikan dalam sebuah tulisan.
4.      Kemampuan menulis
Kemampuan dalam menyampaikan pesan kepada pihak lain secara tertulis. Kemampuan ini bukan hanya berkaitan dengan kemahiran siswa menyususn dan menuliskan simbol-simbol tertulis, tetapi juga mengungkapkan pikiran, pendapat, sikap, dan perasaannya secara jelas dan sistematis sehingga daapt dipahami oleh orang yang menerimanya, seperti yang dimaksudkan.
Keempat kemampuan berbahasa tersebut merupakan bekal bagi siswa dalam menggunakan bahasa secara lisan maupun tulisan khususnya pada lingkup sekolah. Untuk selanjutnya, seseorang  menggunakan bahasa tersebut dalam hal ini siswa untuk memelajari pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam konteks ini penggunaan bahasa bergungsi sebagai alat untuk memelajari sesuatu, seperti Matematika, IPA, Sejarah, Kewarganegaraan, dan sebagainya.
2.4       Praktik Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Pengajaran bahasa sekarang bukan saja mencurahkan perhatian pada hal pemilihan materi yang spesifik untuk program itu melainkan juga berusaha mendapatkan metode baru. Berbagai usaha dilakukan untuk mendapatkan model belajar dalam kelompok dan dalam kerja berpasangan, simulasi, latihan main peran, dan metode lainnya.
Hal lain yang menjadi ciri pengenal pengajaran model baru ini adalah pemberian tekanan pada pencapaian keterfahaman (fluent intelligbility) sebagai dasar perancangan kurikulum sedangkan pengajaran bahasa sebelumnya menekankan ketepatan (accuracy). Hal yang mendapat perhatian ialah bagaimana menggunakan apa yang diketahui ketimbang tentang hal apa yang telah diketahui.
Selanjutnya, pengajaran bahasa seharusnya memiliki kurikulum yang mementingkan siswa (student-centered curriculum). Kurikulum yang mementingkan ketepatan (accuracy based curriculum) merugikan pihak siswa karena tidak bertolak dari apa yang dirasakan sebagai kebutuhan siswa, demikian pendapat pendukung pendekatan komunikatif.
Pengajaran yang memakai pendekatan komunikatif akan bertolak dari komuniasi dan selanjutnya mengusahakan latihan yang memengaruhi terciptanya komunikasi. Dengan keinginan berlatih, siswa akan mengembangkan penguasaan aspek linguistik dalam menjalankan suatu tugas. Jika diberikan pengetahuan linguistik yang baru dalam cara tradisional, pengetahuan baru itu dikaitkan dengan usahanya untuk memperbaiki kemampuannya berkomunikasi secara tepat sesuai dengan tugas yang diberikan kepadanya. Dengan prosedur seperti ini terdapat kemungkinan bahwa pengetahuan linguistik baru yang diberikan harus diasimilasikan dengan apa-apa yang telah diketahui, dan jika yang dipelajari itu untuk digunakan maka pengetahuan baru itu hendaknya dikaitkan dengan penggunaan.
Kurikulum pengajaran bahasa yang memakai pendekatan baru ini agak sulit untuk dispesifkasikan kecuali jika telah banyak dilakukan penelitian tentang wacana, baik tertulis maupun lisan. Analisis wacana memungkinkan perkiraan tentang jenis-jenis interaksi yang barangkali baik untuk dikembangkan di kelas, baik dalam latar (setting) kelas maupun dalam latar alamiah. Untuk itu, harus jadi kesinambungan dan keharmonisan berbagai langkah penting sebagai pendukungnya, yaitu : penelitian- rancangan mengajar- pengembangan materi- metodologi.
Tugas guru sebagai pembimbing  memerlukan pendapat siswanya. Sehubungan dengan itu, guru dengan beberapa siswa dapat melakukan umpan balik pada saat yang sesuai dalam kegiatan pembelajaran. Dalam membimbing dan memantau, guru perlu memerhatikan kemampuannya dengan harapan dapat memberikan serta membentuk pengetahuan siswa secara individual atau kelompok dan mengeksploitasi kesanggupan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan cara itu guru akan berkonsenatrasi pada proses kemampuan proses siswa.
Berkenaan dengan peranan guru sebagai peserta yang berkaitan dan dikaitkan dengan peserta lainnya (siswa), hal tersebut berarti bahwa guru secara aktif membagi tanggung jawab dengan siswa dalam hal belajar dan mengajar. Dengan cara memandang siswa orang yang memiliki banyak sumbangan untuk dimanfaatkan memungkinkan guru secara terus-menerus menggali potensi tersebut dan mengeksploitasinya. Persyaratan seorang guru adalah seseorang yang dapat menarik perbedaan antara belajar dan perbuatan dalam sejumlah tujuan terpisah dari cara-cara mencapai tujuan. Ia harus juga berasumsi bahwa siswa sanggup sampai pada tujuan tertentu dengan berbagai jalan. Guru harus mengakui bahwa belajar adalah tanggung jawab antarpribadi dan tidak ada seseorang yang dapat mengatur sepenuhnya hal tersebut dan terdapat berbagai keragaman dalam kelangsungan proses belajar. Guru harus menerima kenyataan bahwa setiap siswa memelajari hal-hal yang berbeda, dalam cara yang berbeda, pada waktu yang berbeda.


















BAB III
PENUTUP

3.1              Kesimpulan
Dari paparan materi di atas mengenai praktik pengajaran dan penggunaan bahasa Indonesia di sekolah dasar penulis menyimpulkan beberapa hal dilihat dari segi pengenalan bahasa indonesia itu sendiri dalam perspektif pendekatan komunikatif, penggunaan bahasa Indonesia di sekolah, dan praktik pengajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Antara lain sebagai berikut :
1)      Bahasa indonesia dalam perspektif pendekatan komunikati memandang bahasa sebagai media komunikasi atau lebih dikenal dengan pandangan fungsionalistik. Namun, bertentangan dengan pandangan formalistik yang menekankan bahwa dalam berbahasa yang diprioritaskan adalah kaidah-kaidah dalam berbahasa itu sendiri.
2)      Penggunaan bahasa Indonesia di sekolah memiliki peran penting dalam hal memelajari mengenai pengetahuan, sikap,dan keterampilan yang dapat menunjang aktivitas siswa di sekolah.
3)      Dalam praktik pengajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku serta tidak mengesampingkan kebutuhan siswa dalam penggunaan bahasa secara komunikatif maupun belajar llinguistik. Di sini guru bertugas untuk membimbing siswa dalam mengembangkan pengetahuannya serta mengeksplotasi kemampuan yang dimilki.
3.2              Saran
Berkenaan dengan penggunaan bahasa Indonesia di sekolah sudah mengalami kemajuan yang mengagumkan. Namun, guru diharapkan tidak lengah dalam menghadapi perkembangan zaman di era global. Karena, semakin banyak pula bahasa-bahasa gaul dan asing di kehidupan sehari-hari kita. Diharapkan guru dapat mawas diri dan menanamkan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Agar pengakaran dan pengaplikasian bahasa Indonesia pada siswa dapat berlangsung dengan baik serta tidak menghilangkan makna dan jati diri dari bahasa Indonesia itu sendiri.




















DAFTAR PUSTAKA

Kaseng, Sjahruddin. 1989. Linguistik Terapan : pengantar menuju pengajaran bahasa yang sukses. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC.
T. W, Solchan, dkk. 2008. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar